BAK orasi pada sebuah aksi. Semua orang berbicara lantang dan kritis. Luapan perasaan yang terkungkung puluhan tahun, meletup di ruang khidmat pada gelaran pembacaan doa syukuran atas pengakuan negara kepada korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965/1966, SKP HAM Sulteng, Jumat 22 Desember 2023, lalu. Semua orang seolah menemukan kebebasannya. Pemandangan itu...
]]>BAK orasi pada sebuah aksi. Semua orang berbicara lantang dan kritis. Luapan perasaan yang terkungkung puluhan tahun, meletup di ruang khidmat pada gelaran pembacaan doa syukuran atas pengakuan negara kepada korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965/1966, SKP HAM Sulteng, Jumat 22 Desember 2023, lalu. Semua orang seolah menemukan kebebasannya. Pemandangan itu terlihat pada pengakuan beberapa orang korban pelanggaran HAM Berat masa lalu, di SKP HAM pekan lalu.
Mereka menyampaikannya melalui layar zoom. Ada yang menuliskannya di kain polyester yang disiapkan beranda SKP HAM. Namun ada pula yang memberikan kesaksian langsung di hadapan seratusan warga yang hadir digelaran itu. Sukesi adalah salah satunya. Ayahnya, Soekapto adalah seorang tentara. Sepulang dari Operasi Pembebasan Irian Barat, ayahnya langsung dipecat karena tertuduh terlibat dalam Partai Komunis Indonesia. Tanpa proses peradilan. Sukesi menghabiskan sekira 7 menit di layar zoom untuk menumpahkan kekesalan hatinya dan semua perlakuan tidak adil yang diterimanya sejak kecil hingga dewasa. Ayahnya, sepulang dari Irian Jaya langsung ditangkap. Dimasukan di penjara. Ibunya sendirian menghidupi anak-anak. Tidak mendapat tunjangan. Tidak mendapat beras. Ia lalu jeda sesaat, tangisnya tak mampu dibendungnya. ‘’Kami anak-anaknya masih kecil-kecil sampai dewasa berusaha sendiri,’’ ucapnya kemudian setelah mampu mengontrol emosinya.
Dari layar zoom, testimoni beralih ke ruang di SKP HAM, yang dihadiri para pejabat dari Pemerintah Kota Palu serta Pemerintah Provinsi Sulteng. Pengakuan Endah Rahmawati, anak korban PKI lainnya membuat ia dan adik – adiknya kesulitan bahkan untuk sekadar mencari kerja. Walau peristiwa sudah bertahun lewat namun kesedihan tetap menggantung di wajah ovalnya. Ia menyamarkan wajah sedihnya dengan masker biru pucat yang menutup sepotong wajahnya. Namun guratan kegeraman tetap terlihat dari gestur tubuhnya. Gejolak emosinya membahana dari pelantang suara yang berdiri kaku. Suaranya bergetar. Nadanya tegas. Usai menyampaikan isi hatinya, sesaat ia menurunkan maskernya dan mengelap sudut matanya. ‘’Terima kasih Ibu Ela yang sudah membantu kami selama ini. Sekali lagi terima kasih,’’ ungkap Endah mengakhiri kisahnya.
Pengakuan lainnya datang dari seorang ibu asal Kelurahan Tanamodindi. Ia mengelak menyebut namanya. Ia adalah anak tentara dari kesatuan Brawijaya yang sejak kecil mengikuti kedua orang tuanya dari Jawa. Ia mengaku, 30 tahun ‘’menyembunyikan’’ diri tidak mau mengungkap identitas aslinya karena stigma anak PKI yang menurutnya sangat kejam. 30 tahun ‘’bersembunyi’’ di balik seragam karyawan Toserba Sentosa, sekilas terasa aman. Setidaknya, bagi orang-orang yang melihatnya. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia sangat menderita karena beban sebagai anak tertuduh PKI yang dipecat tanpa proses peradilan adalah hukuman berat bagi dia, ibu dan adik-adiknya.
Di beranda Sekretariat SKP HAM Sulteng, kain polyester memanjang menutupi sebagian dinding beton. Di sana tertulis pesan dan kesan, korban pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Periode 1965/1966. Mereka yang tidak kebagian memberikan kesaksian di layar zoom, memilih kain spanduk untuk menuliskan isi hatinya. ‘’Alhamdulilah nama baik sudah dipulihkan oleh negara. Dan negara telah bertanggungjawab terhadap pemenuhan hak-hak korban. Terima kasih Bapak Presiden, Ibu Menteri Sosial dan Bapak Gubernur serta jajarannya serta SKP HAM,’’ tulis keluarga Marsio. Ia pun menulis nama anggota keluarga dengan tinta hijau. Di antaranya Diah Ekasari, Dian Koestrayini, Suci Endarwati dan Pangestu Muwardani. ‘’Syukur alhamdulilah, penantian yang sangat panjang,’’ tulis salah satu anggota keluarga Soeparni – Kasmina. Ia menulisnya dengan huruf kapital yang mencolok. Menyiratkan protes yang tercekat lama di dalam batinnya. Mereka para korban maupun anak serta cucu yang berasal dari Parigi dan Kota Palu, merasa hari itu adalah hari bersejarah. Bisa mengekpsresikan aspirasi dan menikmati hak sebagai warga negara yang merdeka.
Bak burung yang ingin terbang, namun sayap-sayapnya terikat oleh kebijakan politik yang mengunci nyaris setiap gerak lincah mereka. Dalam pergumulan batinnya, para korban HAM berat itu tetap berharap, suatu hari nanti angin kebebasan akan mengembalikan hak-hak yang terpenjara. Harapan itu tersirat dari coretan maupun statemen mereka. Harapan yang kemudian terbukti sebagaimana yang mereka nikmati siang itu, pada Jumat 22 Desember 2023.
Asisten II, Pemkot Palu dr Husaema dan Adiman SH, yang mewakili Gubernur Sulteng, pemerintah akan menjamin hak-hak para korban HAM Berat masa lalu, seperti halnya hak warga negara pada umumnya. Semua pihak menurut keduanya, harus menjadikan momentum ini sebagai titik awal mempererat persaudaraan. Membangun kebersaman sebagai warga bangsa.
Di podium yang sama, Direktur SKP HAM, Nurlaela Lamasitudju mengatakan, pengakuan dari negara menurut dia bukan hanya untuk para korban tapi untuk semua warga negara. Karena manusia harus meletakkan derajat kemanusiaan lebih tinggi dari urusan politik manapun di negara ini. Ia pun menyebut dua nama yang menurutnya sangat berjasa dalam penelusuran identitas para korban selama 19 tahun perjuangannya. Keduanya adalah, almarhum Almutiah dan almarhum Asmin Yodjodolo. Dua orang ini memberikan andil besar membantu dan mengawal perjuangan SKP HAM Sulteng. Disusul 9 nama lainnya yang kesemuanya sudah meninggal sangat berjasa memberikan sumbangsih terhadap SKP HAM mengungkap kasus ini.
Secara khusus, Ela menyebut almarhum Sersan Bantam. Dia adalah saksi pelaku, tentara di Korem 132 Tadulako. Sersan Bantam membuka peta jalan, bahwa empat warga yang masih hilang, sesungguhnya bukan hilang. Mereka sudah ditembak mati. Peristiwa eksekusi ini terjadi pada tahun 1967.
‘’Mudah-mudahan setelah ini tidak ada lagi anak dan cucu korban yang takut menggunakan nama belakangnya, yang puluhan tahun terstigma. Sebaliknya harus bangga bahwa, ibu saya atau ayah saya hanya korban bukan pelaku sebagaimana yang dituduhkan,’’ begitu Ela memberi motivasi. Pernyataan Ela ini kemudian disambut tepuk tangan meriah siang itu.
Hajatan sederhana yang berlangsung setengah hari itu, adalah tarian kemenangan. Kemenangan dari belenggu politik yang menyiksa. Lantunan suara doa yang meriung menembus langit, mengantar mereka sebagai individu yang merdeka dan berhak menikmati fasilitas terbaik di rumah besar Indonesia. ***
Penulis : Amanda
Foto-foto : Amanda
Sumber: Roemah Kata
]]>Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura, diwakili Kepala Biro Hukum, Adiman menghadiri dan membacakan sambutan gubernur pada acara syukuran pada korban Pelanggaran HAM Berat tahun 1965/1966. Bertempat di kantor SKP HAM, Jalan Basuki Rahmat, Birobuli Utara, Kecamtan Palu Selatan, Kota Palu, Jumat (22/12/2023). Kegiatan itu dihadiri para korban pelanggaran ham berat 1965/1966 dari Kota Palu, Parigi, Sigi. Bentuk...
Pemprov Sulteng Hadiri Syukuran Korban Pelanggaran HAM Berat Tahun 1965/1966
Putri Rhodiatul Jannah
Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura, diwakili Kepala Biro Hukum, Adiman menghadiri dan membacakan sambutan gubernur pada acara syukuran pada korban Pelanggaran HAM Berat tahun 1965/1966.
Bertempat di kantor SKP HAM, Jalan Basuki Rahmat, Birobuli Utara, Kecamtan Palu Selatan, Kota Palu, Jumat (22/12/2023).
Kegiatan itu dihadiri para korban pelanggaran ham berat 1965/1966 dari Kota Palu, Parigi, Sigi.
Bentuk rasa syukur korban pelanggaran ham berat yang diperjuangkan para korban , skp ham dan bapak rusdy mastura dari sejak walikota dapat terwujud pada tanggal 14 desember 2023.
Ini menjadi momentumpengakuan permanen terhadap hak hak korban pelangharan ham berat peristiwa 1965/1966 dari pemerintah.
Pada kesempatan itu Adiman mengatakan, pengakuan negara atas korban pelanggaran ham berat masa lalu di Indonesia adalah wujud nyata praktek penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, di Indonesia.
“Mudah mudahan pengakuan dari negara ini, bisa sedikit menyembuhkan trauma masa lalu yang dialami keluarga, meskipun tahun ini kita (Sulawesi Tengah, red) baru berhasil melakukan verifikasi pada 145 keluarga korban, semoga tahun depan, lebih banyak korban yang bisa diverifikasi, sebelum masa berlaku inpres no 2/2023 berakhir,” ujarnya.
“Kami mengajak pemerintah kabupaten kota agar ambil peran untuk membantu melakukan verifikasi korban, kita bekerjasama dengen skp-ham yang selama ini aktif melakukan dokumentasi korban,” tambahnya.
Semoga kata dia, yang mendapatkan program pemenuhan hak, bisa menikmati layanan yang diberikan oleh negara, bagi yang belum dapat, kita coba usulkan di tahun depan.
“Mari kita mendoakan semua korban yang sudan mendahului, semoga allah swt menerima semua amal ibadahnya,” jelasnya.
Dalam momen itu, salah seorang anak korban pelanggaran ham berat 1965/1966, menitipkan lukisan hasil karya sendiri kepada gubernur sulawesi tengah melalui Karo Hukum Adiman.
Sumber : Tribun Palu
Pemprov Sulteng Hadiri Syukuran Korban Pelanggaran HAM Berat Tahun 1965/1966
Putri Rhodiatul Jannah
“Ini perjuangan panjang 19 tahun dari kami mulai bertemu, mendokumentasikan, dan mengorganisir korban. Banyak dari mereka sudah meninggal dari yang pernah dikumpulkan SKP-HAM 1.210 kesaksian. Apa yang terjadi hari ini pemenuhan hak para korban ini bukti nyata negara hadir.” Kutipan di atas merupakan ungkapan Ketua Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi...
Mengubah stigma dan mewujudkan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat di Sulteng
Lia Fauziah
“Ini perjuangan panjang 19 tahun dari kami mulai bertemu, mendokumentasikan, dan mengorganisir korban. Banyak dari mereka sudah meninggal dari yang pernah dikumpulkan SKP-HAM 1.210 kesaksian. Apa yang terjadi hari ini pemenuhan hak para korban ini bukti nyata negara hadir.”
Kutipan di atas merupakan ungkapan Ketua Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia alias SKP-HAM Sulawesi Tengah (Sulteng).
Pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM berat bukan sekadar seremonial belaka, tapi soal perjuangan yang tiada henti. Pembantaian di Indonesia kurun 1965–1966 yang merupakan imbas Gerakan 30 September (G30S) telah menghancurkan hajat dan derajat hidup banyak orang tak bersalah.
Stigma diskriminasi dan ketakutan selama ini selalu menjadi mimpi buruk di kehidupan nyata para korban.
Pada Kamis (14/12/2023) sekira pukul 11.00 Wita, saat orang-orang sedang mengantre giliran untuk mendapatkan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat, saya mengamati pergerakan di sekitar. Selain sibuk foto bersama, mereka larut dalam ekspresi beragam rupa.
Satu sosok yang nampak berseliweran di antara kerumunan itu adalah seorang perempuan berkerudung cokelat. Gerakannya gesit menyambangi setiap orang dalam ruangan Gedung Pogombo Kantor Gubernur Sulawesi Tengah di Jalan Ahmad Yani, Besusu Barat, Palu Timur, yang jadi tempat berlangsungnya kegiatan.
Nurlaela Lamasituju jadi sosok yang dimaksudkan. Jabatannya ketua SKP-HAM Sulteng. Ia punya kontribusi besar dalam mewujudkan pemberian bantuan sosial bagi para korban pelanggaran HAM berat hari itu. Tak heran setiap orang nampak kenal akrab dengannya.
Saya bergegas menyeruak di kerumunan untuk mendekatinya. Meminta sedikit waktu wawancara. Responsnya sesuai harapan. Ela, sapaan akrabnya, mengaku hasil hari ini merupakan buah perjuangan kontinu. Bukan hanya di Sulteng, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Nurlaela menyebut inti dari semua program itu adalah pengakuan. Bertahun-tahun tak diakui oleh negara, kini para korban dipulihkan kembali hak-haknya. Wujud penyesalan negara atas kesalahan yang pernah terjadi. Program itu mengisyaratkan pula agar pelanggaran tak terulang kembali di masa yang akan datang.
“Selama ini mereka terdiskriminasi, terstigma, tidak terakses. Orang-orang lain dapat layanannya, mereka enggak dapat. Apalagi di zaman orde baru, mereka ini dapat cap merah. Semua hak, layanan apapun, bahkan pendidikan dikeluarkan dari sekolah. Yang sudah masuk tentara, sudah gol, dikeluarkan. Banyak yang seperti itu,” ungkap Ela.
Dari total 1.210 kesaksian yang dikumpulkan SKP-HAM Sulteng, asesmen verifikasi tahap pertama itu menyerahkan pemenuhan hak kepada 145 penerima yang tersebar di Palu (94 orang), Donggala (29), Sigi (8), Parigi Moutong (12), Buol (1), dan Morowali Utara (1).
Adapun program bantuan yang diberikan meliputi hak atas kesehatan, sandang pangan yang layak, ekonomi, pendidikan, dan perumahan.
Salah satu bentuk bansos yang diterima adalah jaminan sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Masing-masing penerima manfaat akan mendapatkan sebesar Rp900 ribu per bulan dan bantuan sembako senilai Rp200 ribu per bulan. Bantuan itu diterima tiga bulan sekali.
Ada pula pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS) Prioritas dari Kementerian Kesehatan RI yang dapat digunakan tanpa melalui BPJS, pelatihan usaha mikro dan penerbitan NIB dari Kemenkop UKM, serta bingkisan tahun baru dari Kementerian BUMN. Khusus untuk para korban di Sulteng, Pemprov Sulteng memberikan bantuan bahan pangan.
“Masih banyak korban yang belum terakses. Kami berharap kerjasama setiap pihak dan pemerintah daerah untuk menemukan semua korban yang masih belum berani bicara,” pungkas Ela.
Salah satu warga penerima bernama Rusid (76), warga Kelurahan Taipa, Palu Utara, yang sedang duduk sembari membaca kertas selebaran program-program tampak semringah. “Saya pribadi berterima kasih atas bantuan ini,” ujarnya singkat.
Pemberian bansos tersebut, seperti diungkapkan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura, merupakan aksi nyata dan langkah konkret pemerintah menindaklanjuti rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Indonesia.
“Semoga kegiatan ini menjadi awal bagi terbangunnya kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera bagi para korban. Semoga program ini dapat bermanfaat guna meningkatkan kesejahteraan sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan. Sesuai visi gerak cepat menuju Sulawesi Tengah lebih sejahtera dan maju,” ujar Cudy, sapaan karib sang gubernur.
Cudy termasuk sedikit pemimpin di negeri ini yang berani mengaku dan meminta maaf kepada keluarga korban pelanggaran HAM 65/66. Itu dilakukannya kala masih menjabat sebagai Wali Kota Palu periode 2010-2015. Selengkapnya tercatum dalam buku Palu dan Godam Melawan Keangkuhan: Kisah di Balik Permohonan Maaf pada Korban Pelanggaran HAM Peristiwa 1965-1966.
Presiden Joko Widodo pada September 2022 sebelumnya telah membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM). Tim yang pengarahnya diketuai Menkopolhukam Mahfud MD itu merekomendasikan penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Kemudian pada Maret 2023, dibentuklah Tim Pemantau PPHAM melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023. Tim ini berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Saat yang bersamaan Jokowi mengeluarkan pula Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. Instruksi tersebut ditujukan kepada hampir seluruh menteri, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri.
“Kami sudah melakukan usaha-usaha. Pertama tanggal 26 Juni 2023, di Rumoh Geudong, Aceh, yang dihadiri Bapak Presiden. Lalu 11 Desember kemarin, kami mengadakan hal seperti ini di Jakarta,” ujar Ketua PPHAM RI Makarim Wibisono kepada Tutura.Id usai jamuan makan siang di salah satu kafe di Palu.
Penyerahan dan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang diselenggarakan di Palu merupakan yang ketiga secara nasional. Khusus di Sulteng, penerimanya sebanyak 454 orang yang diserahkan bertahap.
Orang-orang yang mendapat pemulihan tersebut telah melalui verifikasi oleh Komnas HAM. Sedikitnya ada 7000 korban yang telah diverifikasi dan diberikan surat keterangan.
“Kita berharap jangan berhenti sampai di sini, tapi terus berlanjut. Korban ini, kan, tersebar bukan hanya di Palu, Aceh, dan di Jakarta, tetapi hampir di seluruh Indonesia. Tentunya kami berharap program ini bisa menjangkau di manapun,” harap Ketua Komnas HAM RI Abdul Haris Semendawai dalam kesempatan yang sama.
Meski telah mendapatkan pemenuhan hak, Abdul Haris menyebut perwakilan Komnas HAM tiap daerah harus senantiasa melakukan pendampingan. Hal itu perlu dilakukan guna meminimalisir hambatan pada proses penggunaan bantuan, misalnya penggunaan KIS Prioritas di rumah sakit.
“Mereka yang belum mendapatkan surat keterangan, Komnas HAM tentunya akan memfasilitasi. Mungkin awal tahun depan kita juga akan memverifikasi, karena sudah ada permohonan yang masuk,” tutup Abdul Haris.
Sumber: TUTURA.ID
Mengubah stigma dan mewujudkan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat di Sulteng
Lia Fauziah
Palu, Teraskabar.id – Sebanyak 145 orang korban pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya kasus peristiwa 65/66 di Sulawesi Tengah (Sulteng) menerima program bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah dengan penambahan label prioritas. Nilai bantuan yang diterima dari pemerintah, berbeda besarannya dengan para penerima Bansos program regular. Penyaluran bantuan tersebut menindaklanjuti Instruksi Presiden...
145 Korban Pelanggaran HAM di Sulteng Terima Bansos Prioritas, Ini Keistimewannya
Athirah Winarsih
Palu, Teraskabar.id – Sebanyak 145 orang korban pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya kasus peristiwa 65/66 di Sulawesi Tengah (Sulteng) menerima program bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah dengan penambahan label prioritas. Nilai bantuan yang diterima dari pemerintah, berbeda besarannya dengan para penerima Bansos program regular.
Penyaluran bantuan tersebut menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Non Yudisial Pelanggaran HAM yang berat, serta Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM berat masal lalu (Tim PPHAM).
“Jadi yang membedakan program ini dengan program (bantuan) regular lainnya dari pemerintah adalah ada label prioritas yang nilainya berbeda dengan program regular,” kata Ketua SKP HAM Sulteng, Nurlaela Lamasitudju kepada sejumlah wartawan usai penyerahan bantuan kepada 145 korban pelanggaran HAM di Sulteng, Kamis (14/12/2023), di gedung Pogombo kantor gubernur Sulteng.
Misalnya, kata Nur Lela, pada pemenuhan hak jaminan sosial untuk kebutuhan PKH, korban pelanggaran HAM menerima bantuan sebesar Rp900 Ribu per bulan dan akan dibayarkan sekali dalam tiga bulan. Sehingga, totalnya adalah Rp2,7 Juta.
Penerima juga akan memperoleh bantuan sembako senilai Rp200 Ribu per bulan. Sehingga, total yang diterima selama sebulan adalah Rp1,2 Juta.
“Jadi terima sekali dalam tiga bulan, total yang diterima dalam bentuk uang adalah sebesar Rp2,7 juta, ditambah sembako senilai Rp600 Ribu,” ujarnya.
“Nah, yang tadi ini yang baru dia (korban Ham) terima adalah dana PKH yang diterima korban langsung sebesar Rp2,7 Juta,” tambahnya.
Program lainnya dalam label prioritas, adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS) Prioritas. Skala prioritas ini diberikan oleh pemerintah karena mereka memang korban yang selama belasan terstigma negative dan tertutup aksesnya untuk mendapat layanan publik. Bahkan, dalam hal akses memperoleh pendidikan.
Sehingga, mereka berhak menerima programbantuan pemerintah label prioritas, termasuk bantuan layanan nomor satu di rumah sakit pemerintah. Program bantuan tersebut tidak melalui BPJS Kesehatan, melainkan langsung di bawah kendali Kementerian Kesehatan.
“Ini layanan nomor satu di rumah sakit pemerintah, tidak lewat BPJS. Jadi dia langsung diklaim ke Kementerian Kesehatan. Bisa rawat inap, bisa rawat jalan khusus karena mereka korban pelanggaran Ham,” ujarnya.
Program bantuan dalam skala prioritas lainnya yang bakal diterima para korban pelanggaran HAM berat masa lalu atas akses pendidikan adalah berupa beasiswa pendidikan. “Kalau beasiswa masih diproses tapi sudah diusulkan sehingga belum diterima hari ini,” ujarnya.
Namun, untuk penunjang proses pendidikan seperti perlengkapan sekolah, juga masuk dalam program bantuan terhadap korban. Bahkan, bantuan tersebut akan diberikan hingga cucu dan cicit korban.
Ia menambahkan, kali ini sebanyak 145 orang korban HAM berat masa lalu di Sulteng menerima bantuan. Hal ini berdasarkan hasil asesmen tahap pertama dari 1.210 kesaksian yang berhasil dikumpulkan oleh SKP HAM. Mereka itu berasal dari Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, Parigi Moutong, Buol dan Morowali Utara. (teraskabar)
Sumber : teraskabar.id
145 Korban Pelanggaran HAM di Sulteng Terima Bansos Prioritas, Ini Keistimewannya
Athirah Winarsih
14 Desember 2023, diadakan penyerahan kompensasi kepada korban pelanggaran HAM Berat 1965/1966 oleh Pemerintah pusat. Penyerahan Kompensasi ini berlangsung di Gedung Pogombo, Kantor Gubernur Sulawesi tengah. Kegiatan ini dihadiri oleh Rusdy Mastura selaku Gubernur Suawesi Tengah, Tim PPHAM yang dipimpin oleh Prof. Makarim Wibisono, Perwakilan Kementrian, serta korban dan keluarga...
]]>14 Desember 2023, diadakan penyerahan kompensasi kepada korban pelanggaran HAM Berat 1965/1966 oleh Pemerintah pusat. Penyerahan Kompensasi ini berlangsung di Gedung Pogombo, Kantor Gubernur Sulawesi tengah.
Kegiatan ini dihadiri oleh Rusdy Mastura selaku Gubernur Suawesi Tengah, Tim PPHAM yang dipimpin oleh Prof. Makarim Wibisono, Perwakilan Kementrian, serta korban dan keluarga korban peristiwa 1965/1966 di Sulawesi Tengah.
Ada 117 orang korban serta 416 orang anak korban yang berhak menerima kompensasi dari peristiwa pelanggaran HAM Berat 1965/1966 yang terjadi disulawesi tengah. Jumlah ini didasarkan pada surat keterangan korban pelanggaran HAM yang dikeluarkan oleh Komnasham. Angka ini jauh lebih kecil jika dilihat dari hasil pendokumentasian yang dilakukan oleh SKP-HAM Sulteng. Akan tetapi, sebagian besar korban belum memiliki surat keterangan korban pelanggaran HAM tersebut.
]]>Seraya.id, Palu – Dalam rangka memperingati Hari Internasional Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2023, Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Provinsi Sulawesi Tengah melayangkan tanggapan ihwal penanganan berbagai korban pelanggaran HAM berat masa lalu pada peristiwa tahun 1965-1966 di Sulawesi Tengah. Nurlaela Lamasitudju selaku Direktur SKP-HAM Sulteng mengungkapkan kepada Seraya.id, di tahun...
Ragam Tunjangan Bagi Korban 1965/1966 Tersalurkan
Tomzil Prafdal
Seraya.id, Palu – Dalam rangka memperingati Hari Internasional Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2023, Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Provinsi Sulawesi Tengah melayangkan tanggapan ihwal penanganan berbagai korban pelanggaran HAM berat masa lalu pada peristiwa tahun 1965-1966 di Sulawesi Tengah.
Nurlaela Lamasitudju selaku Direktur SKP-HAM Sulteng mengungkapkan kepada Seraya.id, di tahun ini, korban dan keluarga korban dapat merayakan hari HAM dengan suka cita. Untuk pertama kalinya sejak UU HAM No. 39 tahun 1999 dan UU Pengadilan HAM No. 26 tahun 2000 diterbitkan oleh pemerintah, baru kali ini korban dapat merasakan kehadiran negara secara lebih dekat.
“Lewat upaya penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia, tercatat 145 keluarga korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965/1966 menerima program pemulihan hak pada tanggal 14 Desember 2023,” ujarnya pada Jumat, 15 Desember 2023.
Ella sapaan karibnya menuturkan, penyelesaian non yudisial itu diatur melalui Inpres (Instruksi Presiden) nomor 2 tahun 2023, serta Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023. Kedua kebijakan ini mengatur tentang mekanisme pelaksanaaan rekomendasi Tim PPHAM.
“Tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2022. Dalam rekomendasi Tim PPHAM terdapat rekomendasi yang langsung menyasar pada pemulihan hak korban yaitu memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban dan hak-hak sebagai warga negara,” ucapnya.
Untuk melaksanakan pemulihan hak korban tersebut tutur Ela, Presiden Jokowi memerintahkan 19 kementerian dan lembaga terkait guna merancang program pemulihan berdasarkan tugas dan kewenangan.
Di antara kebijakan program itu adalah hak atas kesehatan diberikan langsung kepada korban dan ahli warisnya lewat program Kartu Indonesia Sehat (KIS) Prioritas.
KIS Prioritas adalah program khusus yang hanya diberikan kepada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM Berat. Hal ini diatur berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1432/2023 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Kesehatan Dalam Rangka Pemulihan Bagi Korban Dan/Atau Keluarga Korban Terdampak Dari Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu.
“Sebanyak 445 korban dan ahli warisnya akan menerima program KIS Prioritas ini di Sulawesi Tengah,” katanya.
Kemudian hak atas sandang dan pangan yang layak, disalurkan oleh Kementerian Sosial melalui program PKH Prioritas, dukungan sembako, dan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan lainnya melalui program ATENSI. Program ini diatur berdasarkan Keputusan Mensos RI nomor HUK/106/2023 tentang Pemberian Bantuan Kepada Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
Juga hak atas ekonomi disalurkan melalui Kementerian Koperasi dan UMKM. Sebanyak 50 orang anak dan cucu korban Pelanggaran HAM Berat di Sulteng telah mendapatkan pelatihan literasi keuangan dan pengembangan usaha. Selain melalui Kementerian Koperasi dan UMKM, hak atas ekonomi juga akan disalurkan oleh Kementerian Sosial dan Kementerian Pertanian.
Bahkan penyaluran hak atas pendidikan melalui program beasiswa strata 1 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemensos pun juga memberikan perlengkapan sekolah untuk cucu korban.
Hingga hak atas perumahan yang layak akan disalurkan oleh Kementerian PUPR. Sebanyak 57 keluarga korban pemerlu program ini yang akan segera diverifikasi dan divalidasi oleh Direktorat Perumahan Swadaya.
Bagi para korban dan ahli warisnya menurut Ela, pemenuhan penunjang hidup ini tidak sebatas memenuhi hak dasar mereka sebagai warga negara, tetapi juga memulihkan harkat dan martabat mereka yang telah lama mengalami stigma dan diskriminasi oleh komunitas dan negara.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Pengestu Murwandani (Ani) salah satu anak korban dari komunitas Brawijaya berterima kasih karena adanya regulasi dari negara yang mengakui hak korban. “Korban-korban Brawijaya juga semakin berterima kasih, alhamdulillah kita sudah diperhatikan oleh negara, kita semua mendapat bantuan KIS dan lainnya” ucap Ani dikutip Ela.
Kini, Negara telah hadir memenuhi hak konstritusional korban dan hak-hak sebagai warga Negara. Komitmen Negara telah mengobati luka batin yang berpuluh tahun mereka derita.
Pelaksanaan program pemulihan HAK korban ini, menyadi bukti nyata bahwa komitmen negara dalam memulihkan hak korban yang bukanlah gimik politik semata.
Tetapi berangkat dari kesadaran yang sungguh. Seperti pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 Januari 2023 “Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa HAM berat. Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,”. (sf)
Sumber : seraya.id
Ragam Tunjangan Bagi Korban 1965/1966 Tersalurkan
Tomzil Prafdal
PALU, MERCUSUAR – Setelah 19 tahun berjuang untuk memulihkan hak korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Masa Lalu Peristiwa 1965/1966 di Sulawesi Tengah, tahun ini, korban dan keluarga korban dapat merayakan Hari HAM dengan suka cita. Untuk pertama kalinya sejak UU HAM (No 39/1999) dan UU Pengadilan HAM (No...
Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat, Bukti Nyata Kehadiran Negara
Tomzil Prafdal
PALU, MERCUSUAR – Setelah 19 tahun berjuang untuk memulihkan hak korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Masa Lalu Peristiwa 1965/1966 di Sulawesi Tengah, tahun ini, korban dan keluarga korban dapat merayakan Hari HAM dengan suka cita.
Untuk pertama kalinya sejak UU HAM (No 39/1999) dan UU Pengadilan HAM (No 26/2000) diterbitkan oleh pemerintah, baru kali ini korban dapat merasakan kehadiran negara secara lebih dekat, lewat upaya penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia.
Tercatat, 145 keluarga korban pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965/1966 yang akan menerima program pemulihan hak pada 14 Desember 2023 mendatang.
Direktur SKP-HAM Sulteng, Nurlaela Lamasitudju, dalam rilis pers yang diterima redaksi, Minggu (10/12/2023) mengatakan, penyelesaian non yudisial diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023, serta Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023. Kedua kebijakan ini kata dia, mengatur tentang mekanisme pelaksanaan rekomendasi Tim PPHAM. Tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2022.
Lanjut Ela, sapaan akrabnya, dalam rekomendasi Tim PPHAM, terdapat rekomendasi yang langsung menyasar pada pemulihan hak korban yaitu memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban dan hak-hak sebagai warga negara. Untuk melaksanakan pemulihan hak korban tersebut, presiden memerintahkan 19 kementerian dan lembaga merancang program pemulihan, berdasarkan tugas dan kewenangan.
Di antara kebijakan program pemulihan hak tersebut adalah, 1). Hak atas kesehatan diberikan kepada korban langsung dan ahli warisnya. Bentuk program berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS) Prioritas. KIS Prioritas adalah program khusus yang hanya diberikan kepada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM Berat. Hal ini diatur berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/MENKES/1432/2023 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Kesehatan Dalam Rangka Pemulihan Bagi Korban Dan/Atau Keluarga Korban Terdampak Dari Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu. Sebanyak 445 korban dan ahli warisnya akan menerima program KIS Prioritas ini di Sulawesi Tengah.
2). Hak atas sandang dan pangan yang layak, disalurkan oleh Kementerian Sosial melalui program PKH Prioritas, Dukungan Sembako, dan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan lainnya melalui program ATENSI. Program ini diatur berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: HUK/106/2023 tentang Pemberian Bantuan Kepada Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
3). Hak atas ekonomi, disalurkan melalui Kementerian Koperasi dan UMKM. Sebanyak 50 orang anak dan cucu korban Pelanggaran HAM Berat di Sulawesi Tengah telah mendapatkan pelatihan literasi keuangan dan pengembangan usaha. Selain melalui Kementerian Koperasi dan UMKM, hak atas ekonomi juga akan disalurkan oleh Kementerian Sosial, dan Kementerian Pertanian.
4). Hak atas pendidikan, disalurkan melalui program beasiswa strata 1 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Juga disalurkan melalui Kementerian sosial berupa perlengkapan sekolah untuk cucu korban. Hak atas perumahan yang layak akan disalurkan oleh Kementerian PUPR. Sebanyak 57 keluarga korban pemerlu program ini yang akan segera diverifikasi dan divalidasi oleh Direktorat Perumahan Swadaya.
Kata Ela, bagi para korban dan ahli warisnya, pemenuhan hak korban ini tidak sebatas memenuhi hak dasar mereka sebagai warga negara, tetapi juga memulihkan harkat dan martabat mereka yang telah lama mengalami stigma dan diskriminasi oleh komunitas dan negara.
Salah seorang anak korban dari komunitas Brawijaya, Pangestu Murwandani, menyampaikan tanggapan tentang pemenuhan hak korban ini.
“Saya berterimakasih, sekarang ini sudah ada regulasi dari negara yang mengakui hak korban. Korban-korban Brawijaya juga semakin berterimakasih, Alhamdulillah kita sudah diperhatikan oleh negara, kita semua mendapat bantuan KIS, dan lainnya,” ujarnya.
Menurut Ela, kini negara telah hadir memenuhi hak konstitusional korban dan hak-hak sebagai warga negara. Komitmen negara menurutnya telah mengobati luka batin yang berpuluh tahun diderita korban.
Pelaksanaan program pemulihan hak korban ini, menjadi bukti nyata bahwa komitmen negara dalam memulihkan hak korban, bukanlah gimik politik semata, tetapi berangkat dari kesadaran yang sungguh. Seperti pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada 11 Januari 2023.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan, saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang”. */JEF
Sumber ; Mercusuar
Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat, Bukti Nyata Kehadiran Negara
Tomzil Prafdal
Kementerian Koperasi dan UKM RI melaksanakan kegiatan Pemasyarakatan Literasi Keuangan bagi Usaha Mikro melalui LAMIKRO.
Kemenkop-RI Adakan Kegiatan Literasi Keuangan bagi UMKM
SKP-HAM Sulteng
Palu, Sulawesi Tengah – Pada Rabu (6/12/2023), Kementerian Koperasi dan UKM RI, melalui Asisten Deputi Pengembangan Kapasitas Usaha Mikro pada Deputi Bidang Usaha Mikro, melaksanakan kegiatan Pemasyarakatan Literasi Keuangan bagi Usaha Mikro melalui LAMIKRO, di Hotel Grand City, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Hadir dalam kegiatan tersebut Gubernur Sulawesi Tengah yang diwakili oleh Dr. Fahrudin, S.Sos., M.Si ( Asisten Administrasi Pemerintahan) dan Kesejahteraan Rakyat), Sisliandy Ponulele (Kepala Dinas Koperasi & UKM Provinsi Sulawesi Tengah) beserta jajarannya, Bapak Darmono (Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop & UKM RI) dan tim kerja, serta Nurlaela Lamasitudju (Direktur SKP-HAM Sulawesi Tengah).
Peserta yang mengikuti kegiatan tersebut sebanyak 50 orang yang merupakan pelaku usaha mikro, yang pernah menjadi bagian dalam peristiwa pelanggaran HAM 1965-1966 di Provinsi Sulawesi Tengah.
Upaya meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai pilar ekonomi di Provinsi Sulawesi Tengah, Kemkop & UKM RI melalui Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulteng telah mengimplementasikan berbagai program kolaboratif bersama stakeholder. Berbagai kegiatan dan inisiatif telah dijalankan untuk memperkuat kapasitas para pelaku usaha mikro guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Salah satu langkah penting yang diambil adalah fokus pada peningkatan literasi keuangan para pelaku usaha mikro. Sebagai respons terhadap kebutuhan tersebut, Kemenkop dan UKM RI bersinergi dengan Pemerintah Daerah, serta pihak-pihak terkait lainnya, untuk memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan pengetahuan literasi keuangan. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah memanfaatkan aplikasi Lamikro sebagai alat bantu untuk memperkuat pemahaman keuangan dan pengelolaan bisnis UMKM.
Pentingnya pengelolaan keuangan yang baik tidak hanya untuk keberlanjutan bisnis UMKM, tetapi juga untuk memberikan gambaran yang jelas kepada investor potensial. Dengan laporan keuangan yang transparan dan akurat, UMKM dapat meningkatkan peluang mendapatkan pendanaan dan mengembangkan skala produktivitas usaha.
Dalam upaya mendukung UMKM, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulaweis Tengah telah meluncurkan serangkaian program, termasuk pelatihan, bimbingan teknis, workshop, dan pendampingan pemasaran baik secara konvensional maupun online. Selain itu, fasilitasi perizinan usaha dan kerja sama kemitraan perjualan antar UMKM juga menjadi fokus untuk meningkatkan daya saing dan distribusi produk UMKM di pasar.
Pada tahun 2023, kerjasama antara Bank Indonesia dan Dinas Koperasi, UKM Provinsi Sulawesi Tengah juga menghasilkan kegiatan kurasi produk UMKM pada empat sub-sektor, yaitu olahan pangan/kuliner, fasyen, kriya/kerajinan, dan informasi teknologi. Kegiatan ini melibatkan profesional ahli dalam bidangnya untuk melakukan penilaian kualitas produk dari berbagai aspek.
Dengan langkah-langkah ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah berharap dapat memperkuat kemandirian pelaku usaha mikro dan menumbuhkan ekosistem UMKM yang lebih kuat di wilayah ini. Kolaborasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, stakeholder, dan pelaku UMKM diharapkan dapat menciptakan dampak positif yang signifikan dalam pembangunan ekonomi regional.
Kemenkop-RI Adakan Kegiatan Literasi Keuangan bagi UMKM
SKP-HAM Sulteng
Ratusan korban pelanggaran HAM peristiwa 1965/1966 di Sulawesi Tengah (Sulteng) menghadiri Rapat Koordinasi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat (PKPHAM) di Sulteng tahun 2023, Rabu (8/11/2023), yang dilaksanakan secara hybrid, yakni di Gedung Pogombo dan via Zoom Meeting. Rapat koordinasi ini dihadiri Tim...
Rakor Tim PKPHAM di Palu, Korban Harapkan Realisasi Rekomendasi PPHAM
Putri Rhodiatul Jannah
Ratusan korban pelanggaran HAM peristiwa 1965/1966 di Sulawesi Tengah (Sulteng) menghadiri Rapat Koordinasi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat (PKPHAM) di Sulteng tahun 2023, Rabu (8/11/2023), yang dilaksanakan secara hybrid, yakni di Gedung Pogombo dan via Zoom Meeting.
Rapat koordinasi ini dihadiri Tim PKPHAM yang dipimpin Wakil Ketua II, Prof. Makarim Wibisono, anggota Tim PKPHAM, Beka Ulung Hapsara dan Mugiyanto, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra Provinsi Sulteng, Fahrudin Yambas, Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, Ridha Saleh, perwakilan kementerian dan lembaga, perwakilan Forkopimda dan OPD di Provinsi Sulteng dan kabupaten/kota,
Gubernur Sulteng diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra, Fahrudin D. Yambas menyatakan, pemerintah provinsi berkomitmen untuk kooperatif dan mendukung hasil-hasil rakor, sebagai acuan dalam melaksanakan rekomendasi yang diberikan PKPHAM.
“Semoga terbangun sinergitas dan kesamaan persepsi dari berbagai pihak, untuk menuangkan rekomendasi tersebut dengan pendekatan humanis dan berkepastian hukum,” harap Fahrudin.
Wakil Ketua II Tim PKPHAM, Prof. Makarim Wibisono mengatakan, rapat koordinasi hari ini menjadi penting bagi proses pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat di Sulteng. Pada rapat ini kata dia, akan didiskusikan dengan kementerian dan lembaga mengenai kebijakan mereka terkait pemenuhan hak korban. Ia pun berharap rekomendasi dari PKPHAM akan secepatnya dilaksanakan oleh pemerintah.
Lanjut Prof. Makarim, rapat ini menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, dan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (Tim PKPHAM).
Sementara itu, Anggota Tim PKPHAM, Mugiyanto yang juga Tenaga Ahli Madya Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan, pihaknya berupaya agar pelaksanaan pemenuhan hak korban ini dapat dilakukan sebelum peringatan Hari Hak Asasi Manusia, 10 Desember mendatang. Pihaknya juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Sulteng bersama organisasi korban setempat, yakni SKP-HAM Sulteng, yang bekerja keras untuk mendorong proses ini.
Pada pertemuan tersebut, sejumlah korban pelanggaran HAM berat peristiwa 65/66 di Sulteng, khususnya Kota Palu yang hadir, menyuarakan agar pemenuhan hak ini bisa segera dilakukan, agar para korban langsung yang rata-rata sudah berusia lanjut, masih sempat merasakannya. Mereka juga menyuarakan agar upaya ini disosialisasikan lebih masif di tataran pemerintah daerah dan masyarakat, agar tidak ada lagi stigma dan diskriminasi, akibat salah persepsi terkait pelaksanaan PKPHAM.
Sementara itu, Asisten I bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Kota Palu, Muhammad Rizal menyebut, sejak awal pemerintahan Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid bersama Wakil Wali Kota, dr. Reny A. Lamadjido, Pemerintah Kota Palu terus mengawal kebijakan terkait korban pelanggaran HAM berat di masa lalu. Rizal menyatakan, Pemerintah Kota Palu tetap berkomitmen melaksanakan apa yang menjadi keputusan bersama pada pertemuan kali ini.
Sumber : MERCUSUAR
Rakor Tim PKPHAM di Palu, Korban Harapkan Realisasi Rekomendasi PPHAM
Putri Rhodiatul Jannah
Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengawal kasus hilangnya Brigadir Polisi Agil Sufandi sejak 2019 di Jakarta. Kasus hilangnya Brigadir Agil Sufandi itu dilaporkan Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM). “Kami telah menerima laporan pengaduan langsung dan segera melakukan analisis pengaduan dalam waktu 7 hari ke depan,” kata...
Komnas HAM Kawal Kasus Brigadir Agil Sufandi Hilang di Jakarta Sejak 2019
Lia Fauziah
Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengawal kasus hilangnya Brigadir Polisi Agil Sufandi sejak 2019 di Jakarta. Kasus hilangnya Brigadir Agil Sufandi itu dilaporkan Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM).
“Kami telah menerima laporan pengaduan langsung dan segera melakukan analisis pengaduan dalam waktu 7 hari ke depan,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam pertemuan di Kantor Komnas HAM Sulawesi Tengah, Palu, seperti dilansir Antara, Jumat (29/9/2023).
Atnike mengatakan laporan pengaduan yang diterima dari SKP-HAM Sulteng dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) nantinya akan disampaikan secara prosedural menjadi dokumen laporan, termasuk tatap muka Komnas HAM dengan keluarga korban di Komnas HAM Sulteng.
“Pertemuan Komnas HAM dengan SKP-HAM dengan LBH dan keluarga korban segera ditindaklanjuti agar kasus tersebut mendapat kejelasan sesuai dengan harapan,” ucapnya.
Setelah ada analisis pengaduan, Komnas HAM bisa menetapkan langkah untuk menindaklanjuti kasus hilangnya Brigadir Polisi Agil.
“Kami harapkan secepat mungkin ada kejelasan dan seberapa besar peluang untuk menindaklanjuti kasus tersebut, kemudian apa saja yang akan ditindaklanjuti,” jelasnya.
Direktur SKP-HAM Nurlaela Lamasitudju berharap pertemuan langsung dengan Ketua Komnas HAM bisa mendapat titik terang terkait dengan keberadaan Brigadir Polisi Agil. Dari informasi yang diterimanya, Brigadir Polisi Agil tidak lagi berkomunikasi dengan keluarganya dan dinyatakan hilang pada tahun 2019. Brigadir Agil bertugas di Kabupaten Banggai, kemudian mantan pimpinannya meminta yang bersangkutan untuk menjaga rumah di Jakarta karena pada waktu itu pimpinannya menunaikan ibadah haji.
“Berdasarkan keterangan ayahnya, korban hilang setelah terakhir pamit pergi ke Jakarta untuk menjaga rumah mantan Kapolres Banggai yang menjabat pada waktu itu,” kata Nurlaela.
Dari keterangan keluarga, korban sempat menghubungi via telepon dan bercerita tentang kekecewaannya terhadap pimpinannya yang saat itu memintanya untuk menjaga rumah.
“Kasus tersebut sudah dilaporkan pihak keluarga kepada polisi. Namun, tidak mendapat titik terang soal keberadaan anaknya,” kata Nurlaela.
Sumber: detiknews
Komnas HAM Kawal Kasus Brigadir Agil Sufandi Hilang di Jakarta Sejak 2019
Lia Fauziah