21Pertemuan Klaster Pengungsian dan Perlindungan (PP) berlangsung di Aula Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah. Pertemuan kembali dilakukan di pekan ketiga Desember dan bertujuan untuk kembali mendengar perkembangan dari tujuh subklaster yang tergabung dalam klaster PP ini. Meskipun begitu, hanya perwakilan dari subklaster Koordinasi Manajemen Tempat Pengungsian (KMTP), subklaster Kelompok Rentan dan disabilitas, subklaster shelter, dan subklaster wash yang hadir dan menyampaikan perkembangan terkini.Pertemuan dimulai dari pukul 16.00 s.d. 18.00 WITA, dan dihadiri pleh perwakilan dari UNDP, JMK-OXFAM, UNOCHA, AHA Centre, ADRA, Pasigala Tangguh, Humanity & Inclusion, CACH, IOM, KUN, dan juga perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah.Untuk Subklaster KMTP, IOM akan mengadakan Training Camp Manager tahap kedua, kali ini peserta yang akan mengikuti adalah warga dari kamp pengungsian dari Desa Sindue, Sirenja, dan Balaesang. Training akan dilaksanakan pada tanggal 27-28 desember 2018. Seperti training sebelumnya, tahap dua ini akan melatih dan memberikan pengetahuan bagi perwakilan warga dari tiap-tiap kamp agar dapat mengelola dan mengoperasikan kamp dengan lebih baik setiap hari. Termasuk membantu penyelesaian kemungkinan-kemungkinan konflik yang bisa saja terjadi di lingkungan pengungsian.Sedangkan untuk Subklaster Kelompok Rentan dan Disabilitas, hingga pertemuan ini berlangsung, sudah terdata 1.200 orang yang termasuk dalam kelompok rentan dan disabilitas yang tersebar di wilayah Palu, Sigi, dan Donggala. Jumlah ini masih kemungkinan akan tertambah karena proses pendataan masih terus berlangsung.Subklaster kelompok rentan dan disabilitas masih terus mengharapkan laporan apabila ada temuan-temuan kondisi huntara yang tidak ramah bagi kelompok rentan ataupun disabilitas.Meskipun telah berupaya menyampaikan ke banyak pihak yang akan membangun huntara baik PUPR maupun Non PUPR untuk melakukan pembangunan huntara dengan desain universal dan juga telah memasukan beberapa poin yang dibutuhkan dalam draf SK Standar Minimun Huntara, namun masalah tak selesai begitu saja.Pada Subklaster Shelter, soal Peta Zona Rawan bencana mulai menjadi kekhawatiran masyarakat. Skala peta 1:500.000 menjadikan peta sulit dibaca dalam wilayah kecil. Kebingungan menjadikan masyarakat bertanya-tanya apakah tempat mereka bermukim saat ini termasuk zona merah, lalu kemudian jika iya, mereka pun tak tahu harus melakukan apa. Belum ada penjelasan lebih lanjut terkait peta tersebut.Masyarakat di pengungsian juga mulai mengkhawatirkan mata pencaharian mereka. Terutama ketika nanti telah dipindahkan ke huntara yang sifatnya kolektif. Seperti yang didapati di Desa Jono Oge, beberapa masyarakat di sana yang sebelumnya beternak babi, mengaku bingung apabila ingin melanjutkan beternak. Karena menurut hemat mereka keberadaan kandang ternak tidaklah memungkinkan ketika dibuat di sekitar huntara kolektif.Begitu pun Subklaster Wash, NGO yang tergabung dalam subklaster wash tengah mempersiapkan pembentukan Satuan Kerja Pemenuhan Air Minum. Salah satu yang telah menyatakan siap adalah Wahana Visi Indonesia. Satker ini kemudian akan membantu pemenuhan kebutuhan air minum di kamp-kamp pengungsian. Hal ini masih dalam tahap pembahasan.Pihak PUPR juga telah berkomunikasi dengan subklaster wash untuk terlibat dalam intervensi sistem air di beberapa lokasi kamp pengungsian. Intervensi yang dimaksud seperti pembuatan sumur bor, dan juga perpanjangan pipa PDAM.***