0Menanggapi bencana dahsyat yang melanda Sulawesi Tengah pada 28 September 2018, SKP-HAM Sulawesi Tengah bersama dengan Nemu Buku (komunitas anak muda Kota Palu yang bergerak di bidang literasi), Sejenak Hening (organisasi yang bekerja di bidang psikososial), dan Komunitas Historia Sulawesi Tengah (komunitas anak muda Kota Palu yang bergerak di bidang kesejarahan dan kearsipan) membentuk Pasigala Tangguh, sebuah kelompok kerja yang memberikan respon tanggap darurat untuk membantu warga terdampak bencana di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala.Selain mengumpulkan data dan informasi, kelompok kerja ini menggalang dukungan untuk membangun gerakan dapur umum di komunitas, memberikan layanan psychological first aid (PFA), dan literasi kebencanaan. Kelompok Kerja Pasigala Tangguh pun aktif memantau dan terlibat dalam berbagai pertemuan dan rapat klaster.Pasigala Tangguh mulai membuka dan membangun gerakan dapur umum di komunitas satu minggu setelah bencana. Di masa tanggap darurat, ada 12 dapur umum yang kami kelola: 11 di antaranya, berbasis di desa dan kelurahan di tiga wilayah terdampak bencana: Kota Palu (Pantoloan Boya, Panau, dan Kayumalue Ngapa), Kabupaten Donggala (Labuan Panimba, Wani-1, dan Boneoge), dan Kabupaten Sigi (Soulowe, Karawana, Potoya, Langaleso, dan Boladangko). Selain mendapat dukungan dari berbagai donatur, baik organisasi maupun perseorangan, gerakan dapur umum dan PFA kemudian mendapat dukungan dari Caritas Jerman.Pasigala Tangguh pun menggelar serangkaian diskusi “Forum Warga Membaca Bencana”. Forum diskusi ini digelar untuk merespon “kekagetan” warga Sulawesi Tengah atas berbagai pertanyaan di seputar bencana dahsyat yang terjadi pada 28 September 2018 itu, sekaligus untuk mengupas segala permasalahan, baik sebelum maupun setelah terjadi bencana, dari berbagai sudut pandang.Papan catatan yang dihasilkan dari diskusi Forum Warga Membaca Bencana.Sepanjang masa tanggap darurat dan transisi pemulihan, Pasigala Tangguh menyelenggarakan 13 serial diskusi. Para narasumber diskusi tidak saja berasal dari para pakar kebencanaan dan akademisi, yang ketika bencana terjadi datang ke Sulawesi Tengah, namun juga dari pihak pemerintah, kelompok adat, tokoh agama, seniman, masyarakat terdampak bencana, serta para relawan dan pekerja kemanusiaan yang datang ke Sulawesi Tengah. Khusus dengan para relawan dan pekerja kemanusiaan, diskusi diarahkan untuk berbagi pengalaman sekaitan dengan kerja-kerja mereka dalam melakukan respon dan penanggulangan bencana. Respon Tanggap Darurat & Transisi Pemulihan Pascabencana Konsolidasi Para Relawan Dapur Umum yang Penuh Keakraban dan Egaliter Dapur Umum dengan Cerita Bahagia Mitigasi Bencana di Palu Sudah Dilakukan Sejak Dahulu Konsolidasi Relawan Pokja Pasigala Tangguh Nasi Bungkus untuk Warga Terdampak Bencana Masyarakat Butuh Edukasi Bencana Saatnya Masyarakat Membaca Potensi Bencana Menyambangi Anak-Anak di Desa Potoya dan Desa Solouwe Gempa dan Tsunami 1938 dalam Catatan Membangun Masyarakat yang Adaptif dengan Bencana Peta Zona Rawan Bencana Sulit Dibaca Mekanisme Pengaduan Kasus Kekerasan terhadap Anak Rencana Strategis Subklaster Shelter Membahas Keberadaan Ruang Ramah Anak di Huntara Keberlanjutan Pembentukan Komite Warga Jejak Langkah SKP-HAM Menuju Pasigala yang Tangguh Data Belum Valid: Pembangunan Huntara Jadi Fokus Pembahasan Diskusi Literasi Bencana Desa Soulowe