Beranda » Aktivitas » Kesiapsiagaan Bencana » Literasi Kebencanaan » Saatnya Masyarakat Membaca Potensi Bencana

Catatan Diskusi Forum Warga Membaca Bencana

Saatnya Masyarakat Membaca Potensi Bencana

0 komentar 27 dilihat

Forum Warga Membaca Bencana yang diinisiasi oleh Komunitas Historia Sulawesi Tengah (KHST), Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM) Sulteng dan relawan Pasigala Tangguh, serta GP Ansor Sulteng, Rabu  malam, 14/11/2018, menghadirkan sejumlah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Selandia Baru. Forum ini dirancang singkat untuk mendengarkan pemaparan temuan ahli tersebut tentang tsunami yang terjadi di teluk Palu, 28 September 2018 lalu.

Diskusi ini kemudian menjadi sarat informasi, bukan hanya dari para peneliti, namun juga dari warga yang hadir. Ada yang bertutur tentang beberapa titik di laut yang berlubang, arus deras bawah laut yang berbahaya, yang pernah menelan korban jiwa, hingga garis pantai sepanjang teluk Palu yang kini kembali pada posisinya semula.

Semua tuturan tersebut, berkaitan dengan informasi dari para ahali tersebut, tentang lima lapisan tsunami yang mengendap di garis pantai teluk Palu, terutama antara wilayah Talise dan Mamboro, sebagai bukti telah lima kali pernah terjadi tsunami di teluk ini, dengan kurun waktu yang berbeda.

Selain itu, titik-titik longsoran bawah laut di muara-muara sungai, ternyata menyebabkan amblasnya sejumlah tanjung serta beberapa bagian di tepi pantai di Teluk Palu.

Pihak KHST juga bertutur tentang sejarah penamaan sejumlah kampung tua di Palu, sebagai kampung rawan dan kampung aman bencana, yang diingat dengan penamaan sesuai kejadian alam di daerah tersebut, seperti Lonjo d balaroa yang artinya terbenam, Nambo atau Naombo di Petobo yang atrinya amblas, serta nama-nama lainnya.

Dengan semua informasi itu, Sekjen SKP-HAM yang juga salah seorang penanggung jawab Relawan Pasigala Tangguh, Nurlaela Lamasitudju mengatakan, rasa-rasanya sebagai orang Palu, Sigi, dan Donggala, kita tidak sungguh-sungguh buta pada ancaman bencana. Dari masa nenek moyang hingga kita saat ini, mungkin telah melewati ratusan ribu kali getaran bumi dalam berbagai skala.

Meskipun kali ini kata dia, bencana menelan lebih banyak korban. Tapi kata dia, bukankah Kota Palu sebagai wakil Sulawesi Tengah pernah meraih gelar sebagai daerah tersiap hadap bencana berdasarkan dokumen renkon yang dipunyai, beberapa tahun yang lalu. Untuk itu kata dia, sudah saatnya masyarakat mulai proaktif membangun kesadaran tanggap bencana, lewat jalur mana saja.***

Tinggalkan Komentar